Aretha baru saja menginjak umur 4 th di akhir Januari ini, namun pertanyaan-pertanyaan seputar laki-laki dan perempuan sering kali terlontar. “Mama kok yang buat pipis adik Daffa kayak gini trus kaka Are kok gini..? (sambil memperagakan bentuknya dengan tangan)” terus dilanjutkan lagi dengan pertanyaan “Mama kalau isteri itu cowok ato cewek?” Kalo suami? Besok adik Daffa jadi suaminya kakak ya..?” Duh terpaksa dech harus menjelaskan panjang lebar bedanya cowok dengan cewek dan kenapa adik & kaka tidak boleh jadi suami isteri. Entah paham atau tidak dengan penjelasan mamanya tapi esok hari bertanya lagi dengan hal yang sama. Mungkin buat Are, “cowok” dan “cewek” itu hal yang menarik, apalagi di televisi sering ada sinetron tentang percintaan. Miris juga kalau mendengar anak-anak usia dini kadang terjerumus dengan perilaku seks yang tidak sehat.
Pertanyaan yang sering muncul “perlukah anak diajarkan seks diusianya yang belia dan bagaimana caranya?” Apabila si kecil sudah mulai menanyakan tentang jenis kelaminnya, berarti buah hati Anda sudah siap diajarkan seks sekarang juga. Pengenalan seks pantas diberikan pada anak-anak usia balita selama masih dalam kadar yang tidak berlebihan, serta masih mengacu pada hal-hal yang sederhana.
Dr. Boyke Dian Nugraha juga menjelaskan, pendidikan tentang seks sebenarnya perlu diberikan orang tua pada anak sejak usia dini agar anak bisa lebih memahami keunikan dirinya. Dengan demikian, anak akan lebih percaya diri, mampu menerima keunikan dirinya sekaligus tahu bagaimana menjaga dirinya sendiri. Ajarkan pada anak untuk bisa mengatakan “TIDAK” pada orang dewasa yang belum dikenal/ asing. Ini menjadi salah satu pencegahan yang efektif agar tidak terjadi pelecehan seks dan hal-hal lain yang tidak diinginkan.
Secara garis besar, dr. Boyke membagi pendidikan seks bagi anak berdasarkan usia ke dalam empat tahap yakni usia 1 – 4 tahun, usia 5-7 tahun, 8-10 tahun dan usia 10-12 tahun.
- Usia 1 sampai 4 tahun
Orangtua disarankan mulai memperkenalkan anatomi tubuh, termasuk alat genital. Perlu juga ditekankan pada anak bahwa setiap orang adalah ciptaan Tuhan yang unik, dan berbeda satu sama lain. ”Kenalkan, ini mata, ini kaki, ini vagina. Itu tidak apa-apa. Terangkan bahwa anak laki-laki dan perempuan diciptakan Tuhan berbeda, masing-masing dengan keunikannya sendiri.
- Usia 5 – 7 tahun
Menurut dr. Boyke, rasa ingin tahu anak tentang aspek seksual biasanya meningkat. Mereka akan menanyakan kenapa temannya memiliki organ-organ yang berbeda dengan dirinya sendiri. Rasa ingin tahu itu merupakan hal yang wajar. Karena itu, orang tua diharapkan bersikap sabar dan komunikatif, menjelaskan hal-hal yang ingin diketahui anak. ”Kalau anak laki-laki mengintip temannya perempuan yang sedang buang air, itu mungkin karena ia ingin tahu. Jangan hanya ditegur lalu ditinggalkan tanpa penjelasan. Terangkan, bedanya anak laki-laki dan perempuan. Orangtua harus dengan sabar memberikan penjelasan pada anak,” ujar Boyke.
- Usia 8 – 10 tahun
Anak sudah mampu membedakan dan mengenali hubungan sebab akibat. Pada fase ini, orangtua sudah bisa menerangkan secara sederhana proses reproduksi, misalnya tentang sel telur dan sperma yang jika bertemu akan membentuk bayi.
- Usia 11-13 tahun
Anak sudah mulai memasuki pubertas. Ia mulai mengalami perubahan fisik, dan mulai tertarik pada lawan jenisnya. Ia juga sedang giat mengeksplorasi diri. Anak perempuan, misalnya, akan mulai mencoba-coba alat make up ibunya. Pada tahap inilah peran orangtua amat sangat penting. Orangtua harus menerima perubahan diri anaknya sebagai bagian yang wajar dari pertumbuhan seorang anak-anak menuju tahap dewasa, dan tidak memandangnya sebagai ketidakpantasan atau hal yang perlu disangkal.
Di sisi lain orangtua harus berusaha melakukan pengawasan lebih ketat, dengan cara menjaga komunikasi dengan anak tetap berjalan lancar. Kalau anak merasa yakin dan percaya ia bisa menceritakan apa saja kepada orang tuanya, orang tua akan bisa mengawasi si anak dengan lebih baik.
Sebaiknya anak perempuan memiliki hubungan lebih dekat dengan ibu, dan sebaliknya. Hal itu mempermudah anak membentuk identitas dirinya sendiri sebagai individu dewasa.
”Kalau anak perempuan jauh lebih dekat dengan ayahnya, dan kurang akrab dengan ibunya, ia bisa saja mencari sosok ayah jika ia mencari pasangan hidup kelak, tidak suka teman seusianya.
Di sisi lain orangtua harus berusaha melakukan pengawasan lebih ketat, dengan cara menjaga komunikasi dengan anak tetap berjalan lancar. Kalau anak merasa yakin dan percaya ia bisa menceritakan apa saja kepada orang tuanya, orang tua akan bisa mengawasi si anak dengan lebih baik.
Sebaiknya anak perempuan memiliki hubungan lebih dekat dengan ibu, dan sebaliknya. Hal itu mempermudah anak membentuk identitas dirinya sendiri sebagai individu dewasa.
”Kalau anak perempuan jauh lebih dekat dengan ayahnya, dan kurang akrab dengan ibunya, ia bisa saja mencari sosok ayah jika ia mencari pasangan hidup kelak, tidak suka teman seusianya.
Sudah siapkah Anda memberikan pendidikan seks kepada putra-putri tercinta..?? tunggu tips metode mendidik seks pada usia balita (1-5 th) pada artikel berikutnya ya..^_^
Mama Aretha (Bertha Yulianti)
Telah dibaca :
Share